Suamiku Milik Wanita Lain | Cerita Hikmah

Pagi-pagi sekali, Dewi mengetuk pintu rumah ibunya, Ia menggendong anaknya dan membawa satu tas besar di tangan kanannya. Dari matanya yang sembab dan merah, ibunya sudah tahu kalau Dewi pasti habis bertengkar lagi dengan suaminya.

Meski heran, karena biasanya Dewi hanya sebatas menelpon sambil menangis jika bertengkar dengan suaminya, Ayah Dewi yang juga keheranan, segera menghampirinya dan menanyakan masalahnya. Dewi mulai menceritakan awal pertengkarannya dengan suaminya tadi malam, Dewi kecewa karena suaminya telah membohongi Dewi selama ini, Dewi menemukan buku rekening suaminya terjatuh didalam mobil. Dewi baru tahu, kalau suaminya selalu menarik sejumlah uang setiap bulan, di tanggal yang sama, Sementara Dewi tahu, uang yang dia terima pun sejumlah uang yang sama. Berarti sudah 1 tahun lebih, suaminya membagi uangnya, setengah untuk Dewi, setengah untuk yang lain. Jangan-jangan ada wanita lain?

Ayah Dewi hanya menghela nafas, wajah bijaksananya tidak menampakkan rasa kaget atau pun marah.

“Dewi…, Yang pertama, langkahmu datang ke rumah ayah sudah melawan Firman Allah, karena meninggalkan rumah tanpa seizin suamimu” Kalimat ayah sontak membuat Dewi kebingungan, Dewi mengira ia akan mendapat dukungan dari ayahnya.

“Yang kedua, mengenai uang suamimu, kamu tidak berhak mengetahuinya, Hakmu hanyalah uang yang diberikan suamimu ke tanganmu, Itu pun untuk kebutuhan rumah tangga, Jika kamu membelanjakan uang itu tanpa izin suamimu, meskipun itu untuk sedekah, itu tak boleh”. Lanjut ayahnya.

“Suamimu menelpon ayah dan mengatakan bahwa sebenarnya uang itu memang diberikan setiap bulan untuk seorang wanita, Suamimu tidak menceritakannya padamu, karena kamu tidak suka wanita itu sejak lama, Kamu sudah mengenalnya, dan kamu merasa setelah menikah dengan suamimu, maka hanya kamulah wanita yang memilikinya”. Ayah Dewi melanjutkan

“Suamimu meminta maaf kepada ayah karena ia hanya berusaha menghindari pertengkaran denganmu. Ayah mengerti karena ayah pun sudah mengenal watakmu” mata ayah mulai berkaca-kaca.

“Dewi…, kamu harus tahu, setelah kamu menikah maka yang wajib kamu taati adalah suamimu, Jika suamimu berkenan padamu, maka Allah pun berkenan, Sedangkan suamimu, ia wajib taat kepada ibunya, Begitulah Allah mengatur laki-laki untuk taat kepada ibunya, Jangan sampai kamu menjadi penghalang bakti suamimu kepada ibundanya. Suamimu, dan harta suamimu adalah milik ibu nya”.

Ayah mengatakan itu dengan tangis, Air matanya semakin banyak membasahi pipinya.

“Seorang ibu melahirkan anaknya dengan susah payah dan kesakitan, Kemudian ia membesarkannya hingga dewasa hingga anak laki-lakinya menikah, ia melepasnya begitu saja, Kemudian anak laki-laki itu akan sibuk dengan kehidupan barunya, Bekerja untuk keluarga barunya, Mengerahkan seluruh hidupnya untuk istri dan anak-anaknya, Anak laki-laki itu hanya menyisakan sedikit waktu untuk sesekali berjumpa dengan ibunya. sebulan sekali, atau bahkan hanya 1 tahun sekali”. Lanjutnya dengan tetesan air mata

“Kamu yang sejak awal menikah tidak suka dengan ibu mertuamu. Kenapa? Karena rumahnya kecil dan sempit? Sehingga kamu merajuk kepada suamimu bahwa kamu tidak bisa tidur disana, Anak-anakmu pun tidak akan betah disana, Dewi.., mendengar ini ayah sakit sekali. Lalu, jika kamu saja merasa tidak nyaman tidur di sana, Bagaimana dengan ibu mertuamu yang dibiarkan saja untuk tinggal disana?. Uang itu diberikan untuk ibunya, Suamimu ingin ayahnya berhenti berkeliling menjual gorengan, Dari uang itu ibu suamimu hanya memakainya secukupnya saja, selebihnya secara rutin dibagikan ke anak-anak yatim dan orang-orang tidak mampu di kampungnya”.

Dewi membatin dalam hatinya, uang yang diberikan suaminya sering dikeluhkannya kurang. Karena Dewi butuh banyak pakaian untuk mengantar jemput anak sekolah, Dewi juga sangat menjaga penampilannya untuk merawat wajah dan tubuhnya di SPA. Berjalan-jalan setiap minggu di mall, Juga berkumpul sesekali dengan teman-temannya di restoran.

Dewi menyesali sikapnya yang tak ingin dekat-dekat dengan mertuanya yang hanya seorang tukang gorengan. Tukang gorengan yang berhasil, Menjadikan suaminya seorang sarjana, mendapatkan pekerjaan yang di idam-idamkan banyak orang, Berhasil mandiri, hingga Dewi bisa menempati rumah yang nyaman dan mobil yang bisa ia gunakan setiap hari.

“Ayaaah, maafkan Dewi”, tangis dewi meledak, Ibunda dewi yang sejak tadi duduk di samping dewi segera memeluk anaknya dengan erat.

“Dewi… kembalilah ke rumah suamimu, Ia orang baik nak… Bantulah suamimu berbakti kepada orang tuanya, Bantu suamimu menggapai surganya, dan dengan sendirinya, ketaatanmu kepada suamimu bisa menghantarkanmu ke surga”. Ibunda Dewi membisikkan kalimat itu ke telinga Dewi, ia hanya menjawabnya dengan anggukan, ia menahan tangisnya. Bathinnya sakit, menyesali sikapnya.

Dewipun pulang menghadap suaminya dan sambil menangis memohon maaf kepada suaminya atas prasangka yang salah selama ini. Di lain hari, Dewipun mengikiti suaminya bersilaturahmi kepada ibu kandung suaminya alias mertua dirinya. Suaminya meneteskan air mata menatap istrinya yang di tangan istrinya tertenteng 4 liter minyak goreng untuk mertuanya, tetesan air mata suami bukan masalah jumlah liternya, tapi karena perubahan istrinya yang senang dan nampak ikhlas hendak datang kepada orang tuanya alias mertua istrinya.

Seterusnya Dewi berjanji dalam hatinya, untuk menjadi istri yang taat pada suaminya. Sesekali waktu, Dewi bukan mengajak suaminya ke Mall tapi minta anjangsana ke rumah mertuanya dan juga orang tuanya.

Semoga kisah di atas dapat menyadarkan kita bahwa orang tua adalah nomer 1 dalam hidup ini, bukan istri atau anak, karena ridha Allah ada pada ridha orang tua.